Contoh Kasus Pajak dan Penyelesaiannya : Sengketa Pajak PT Asian Agri Grup

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar Negara, disamping penerimaan dari sumber migas dan non migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru dibidang perpajakan, guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak  maupun menggali sumber hukum pajak.Pada umumnya dinegara berkembang, penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya. Namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikan negara selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa lolos dari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah berusaha menyiasati hukum dengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak.
Dalam hal ini kami akan membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian  Agri Group yang telah terungkap namun belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi tersangkanya.

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud sengketa pajak?
Apa UU sengketa pajak?
Bagaimana sanksi pidana dalam hukum pajak?
Siapakah PT.Asian Agri Group ?
Bagaimana awal mula kasus penggelapan dana oleh PT Aian Agri Grup?
Bagaimana penyelesaian Kasus Penggelapan Pajak Tersebut ?

Tujuan
Untuk mengetahui definisi dari sengketa pajak.
Mengetahui landasan hukum berupa UU mengenai sengketa pajak.
Mengetahui sanksi pidana dalam hukum pajak.
Untuk mengetahui PT Asian Agri Grup
Untuk mengetahui permulaan kasus sengketa pajak yang dilakukan oleh PT Asian Grup.
Untuk mengetahui penyelesaian kasus.

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Pajak dan Sengketa Pajak
Pengertian Pajak
Pajak adalah  iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang  (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Jadi, Pajak merupakan hak prerogatif pemerintah, iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi  pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Ada bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak menurut para ahli diantaranya adalah 
Prof. Dr. P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masrayakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayararnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai  pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan  undang-undang  (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R.
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Smeets
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hak individual untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Suparman Sumawidjaya
Pajak adalah iuran wajib berupa barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Lima unsur pokok dalam definisi pajak pajak adalah :

  • Iuran/pungutan dari rakyat kepada negara
  • dipungut berdasarkan undang-undang
  • Pajak dapat dipaksakan
  • Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi
  • Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara (pengeluaran umum pemerintah.
Ciri-ciri Pajak yang terdapat dalam pengertian pajak antara lain sebagai berikut :

  • Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
  • Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administrator pajak).
  • Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
  • Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
  • Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara/anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial  (fungsi mengatur / regulatif)
Pengertian Sengketa Pajak
Tatkala menelusuri UU KUP tidak ada ketentuan yang mengatur pengertian sengketa pajak.. sebaliknya, pasal 25 ayat (1) UU KUP mengatur hak wajib pakaj untuk mengajukan keberatan kepada pejabat pajak. Dalam arti ini, keberatan dapat diajukan bila ada sengketa pajak dan pasal 25 ayat (1) UU KUP hanya menentukan secara liminatif objek yang dapat diajukan sengketa pajak.
Pengertian sengketa pajak hanya diatur dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK bukan dalam UU KUP. Adapun pengertian sengketa pajak dalam sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK adalah sebagai berikut “sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dan penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan prundang-undangan perpajankan , termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa”
Berdasarkan pengertian sengketa pajak tersebut di atas, ternyata sengketa pajak hanya tertuju kepada banding dan gugatan sebagai kewenangan pengadilan pajak. Sengketa pajak dalam bentuk banding dan gugatan hanya merupakan sengketa pajak dalam arti sempit, dikarenakan masih ada sengekta pajak yang tidak termasuk didalamnya. Sedangkan sengketa pajak dalam arti luas adalah sengketa yang diajukan keberatan, banding dan gugatan pada peradilan pajak.
Timbulnya Sengketa Pajak
Timbulnya sengketa pajak ada pada dua hal yang sangat prinsipal yaitu pertama, tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, kedua, melakukan perbatan hukum, tetapi tidak sesuai dengan norma hukum pajak. Selanjutnya disebutkan pihak-pihak yang menimbulkan sengketa pajak yaitu pihak wajib pajak, pemotong, penanggung pajak, pemungut pajak dan pejabat pajak.
Mengapa wajib pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatann hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, misalnya tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang ditentukan. Sementara itu, dalam melakukan perbuatan hukum, perbuatan hukum tersebut bertentangan dengan norma hukum pajak, misalnya membayar pajak yang terutang tidak secara lunas dan jangka waktu pelunasan telah berakhir.
Pemotongan atau pemungut pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan pebuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan nirma hukum pajak, misalnya tidak menyetor jumlah pajak yang dipotong atau dipungut ke kas negara, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi bertentangan dengan norma hukum, misalnya salah menerapkan tarif pajak dalam rangka melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
Penanggung pajak dikatakan sebagai sumber timbulnnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh norma hukum pajak, misalnya tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam surat paksa tersebut, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum, tetapi bertentangan dengan norma hukum pajak misalnya menghalang-halangi juru sita pajak dalm melakukan penyitaan atas barang-barang yang dikenakan penyitaan.
Pejabat pajak dikatakan sebagai sumber timbulnya sengketa pajak karena tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan norma hukum pajak, misalnya tidak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar untuk menagih jumlah pajak yang masih kurang dibayar, sedangkan dalam melakukan perbuatan hukum tetapi bertentangan dengan norma hukum pajak, misalnya menerbitkan keputusan penagihan pajak secara seketika dan sekaligus kepada wajib pajak yang tidak berhak menerimanya.
Berakhirnya Sengketa Pajak
Mengenai waktu berakhirnya sengketa pajak merupakan kajian hukum pajak sebagai hukum positif. Dalam arti, hukum lainnya (selain hukum pajak) tidak boleh melibatkan diri untuk mengkaji mengani kapan berkahirnya sengketa pajak, walaupun sebenarnya sengketa pajak ada diatur oleh instrument hukum lain yang terdapat dalam hukum pajak, tetapi berdasarkan hasil penelitian ternyata sengketa pajak berakhir karena penyelesaian di luar lingkungan peradilan maupun di dalam lembaga peradilan pajak.
Berakhirnya sengketa pajak selama dalamm pemeriksaan melalui peradilan pajak bukan merupakan pelanggaran hukum pajak bahkan menguntungkan dari aspek penegakan hukum pajak karena tujuan penegakan hukum adalah menyelesaikan sengketa pajak tanpa melakukan pelannggaran hukum pajak dan memberikan perlindungan hukum wajib pajak.
Sistem keadilan didalamnya
Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara, tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara namun juga memiliki fungsi distribusi pendapatan. Pajak Penghasilan orang pribadi merupakan salah satu instrumen untuk mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan antara masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan yang berpenghasilan rendah. Kemiskinan, baik relatif dan mutlak, menimbulkan beberapa kendala bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Kesenjangan sosial di antara anggota masyarakat yang paling miskin dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi bagi bangsa secara keseluruhan. Sehingga kesulitan yang dialami oleh anggota masyarakat termiskin pada akhirnya dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Untuk mewujudkan fungsi distribusi pendapatan, tarif pajak penghasilan pribadi di Indonesia mengenakan tarif pajak progresif dimana masyarakat yang berpenghasilan tinggi akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Pengenaan tarif pajak progresif ini sekaligus merupakan wujud dari teori daya pikul dimana pajak dibebankan kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan ekonominya. Tarif pajak penghasilan orang pribadi yang berlaku saat ini di Indonesia adalah sebagai berikut:

  • Penghasilan sampai dengan Rp50 juta 5%
  • Di atas Rp50 juta s.d. Rp250 juta 15%
  • Diatas Rp250 juta s.d. Rp500 juta 25%
  • Diatas Rp500 juta 30%
Tarif pajak penghasilan orang pribadi meningkat seiring dengan meningkatnya penghasilan. Prinsip yang mendasari pajak progresif adalah bahwa mereka yang memiliki kemampuan lebih (kaya) harus menanggung beban yang lebih besar dari total penerimaan pajak negara dari mereka yang kurang mampu. Jadi orang pribadi berpenghasilan rendah tidak hanya membayar pajak lebih sedikit, tetapi mereka membayar persentase yang lebih kecil dari pendapatan mereka dalam bentuk pajak. Dari berbagai jenis pajak, pajak penghasilan progresif inilah yang paling sejalan dengan tujuan meningkatkan kesetaraan pendapatan.
Undang – Undang Sengketa Pajak
Dasar hukum sengketa pajak adalah sebagai berikut :
  • Undang – undang no. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak.
  • Undang – undang no. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  • Undang – undang no. 16 tahun 2000, no 28 tahun 2007, dan peraturan pelakssanaan terkait.
  • PASAL 1 angka 5 UU PP; Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
  • Pasal 31 UU PP; Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak; Pengadilan Pajak dalam hal Banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku; Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000, undang-undang Nomor 28 tahun 2007  dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  • Pasal 32 PP; Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak.
Sanksi Pidana dalam Hukum Pajak
Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan, ada 3 (tiga) macam sanksi pidana yang dikenal, yaitu :
  • Denda pidana
  • Pidana Kurungan
  • Pidana Penjara
Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi berupa administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancamkan kepada Pejabat Pajak atau kepada pihak ketiga berdasarkan KUHP. Denda pidana dikenakan terhadap tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun yang bersifat kejahatan. Apabila denda pidana tidak dapat dilunasi oleh yang bersangkutan maka sebagai gantinya, harus menjalani hukuman kurungan.
Pidana kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, Pejabat, dan Pihak ketiga.
Pidana kurungan yang diancamkan kepada si pelanggar, sifatnya lebih ringan dibandingkan dengan pidana penjara, karena tindak pidana tersebut dilakukan tidak dengan sengaja atau karena kealpaan.
Pidana Penjara
Pidana penjara prinsipnya sama halnya dengan pidana kurungan yang merupakan hukuman perampasan badan seseorang. Jenis pidana ini merupakan kejahatan. Ancaman hukuman pidana penjara dapat ditujukan pada Wajib Pajak, Pejabat pajak, atau Pihak ketiga.
Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan
Upaya dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana secara optimal, pendekatan yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan sistem pertanggungjawaban pidana sebagai salah satu kebijakan kriminalisasi. Kebijakan kriminalisasi sebagai usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan kejahatan problem sosial yang dinamakan kejahatan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) tetapi dapat juga dengan menggunakan sarana-sarana non penal. Penanggulangan kejahatan dengan sarana hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk  pencapaian hasil perundangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.Salah satu upaya menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sarana hukum termasuk hukum pidana merupakan bidang kebijakan penegakan hukum yang bertujuan untuk pencapaian kesejahteraan masyarakat.
Upaya penanggulangan kejahatan pada hekekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social wefare). Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari politik kriminal ialah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pendekatan penanggulangan tindak pidana dalam pembahasan ini  terkait tindak pidana perpajakan dengan menerapkan rezim anti money laundering (pencucian uang) didasarkan bahwa pentingnya pajak bagi penyelenggaraan Negara, dalam upaya mencegah berbagai rekayasa meminimalisasi beban pajak.
Penanggulangan tindak perpajakan dan akses negatif pada penyelenggeraan Negara dapat dibandingkan diberbagai negara dalam kerangka penanggulangan tindak pidana perpajakan seperti Belanda, terdapat doktrin fraus legis (distorsi hukum) dan richtige heffing (penetapan kemudian) sebagai dasar untuk mengabaikan berbagai mekanisme rekayasa yang dimanfaatkan oleh Wajib Pajak untuk meminimalisir beban pajak dan selanjutnya secara sederhana menetapkan jumlah pajak terutang dengan menganggap rekayasa  transaksi itu tidak pernah ada.
Secara psikologis dan ekonomis, seseorang yang melakukan rekayasa penggelapan pajak mengetahui secara pasti bahwa ia telah bertindak melawan hukum dengan implikasi sosial dan psikologis, seperti adanya stigma merasa bersalah dan mengundang risiko terbongkar dengan sanksi hukum pidana badan dan denda. Sebaliknya, hal seperti ini tidak terdapat dalam praktik penghindaran pajak karena tidak adanya tindakan melawan hukum yang dilakukan.
Prinsip pertanggungjawaban pelaku kejahatan di dalam hukum pidana pada sistem hukum di Indonesia dilandasi oleh adanya kesalahan (shuld) di dalam perbuatan melawan hukum (wederechtelijk) sebagai syarat untuk pengenaan pidana,sehingga untuk pertanggungjawaban suatu perbuatan pidana di dalam paham KUH Pidana diperlukan beberapa syarat yakni:
Adanya suatu tindak pidana yang dilakukan oleh kealpaan.
Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan.
Adanya pembuat yang mampu bertanggungjawab dan tidak ada alasan pemaaf.
Kesalahan (schuld) sangat erat kaitannya dengan suatu kejahatan yang dilakukan oleh subjek hukum manusia alamiah yang mengandung arti bahwa dapat dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau sifat melawan hukum. Meskipun perbuatannya memenuhi rumusan tindak pidana dalam undang-undang dan tidak dapat dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana karena penjatuhan pidana memerlukan adanya syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt).
Hal ini tentunya mengambarkan bahwa perbuatan melawan hukum berhubungan dengan kesalahan sebagai syarat penjatuhan pidana dalam rangka meminta pertanggungjawaban pelaku sesuai dengan asas geen straf zonder schuld di dalam faham hukum pidana, untuk menentukan kesalahan sebagai dasar penjatuhan pidana tentunya didasarkan kepada perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.
Selanjutnya pendekatan menyangkut penanggulangan tindak pidana perpajakan melalui rezim anti money laundering didasarkan modus opzet pelaku dengan maksud untuk meminimalkan risiko terdeteksi biasanya para pelaku penggelapan pajak berusaha menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul "hasil kejahatan" (proceeds of crime) dengan melakukan tindak kejahatan lanjutannya yaitu praktik pencucian uang, agar dapat memaksimalkan utilitas ekspektasi pendapatan dari penggelapan pajak tersebut. Untuk itu diperlukan prinsip-prinsip transaksi keuangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemcegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang belum dilaporkan dan mendapat persetujuan dari Kepala PPATK.
Definisi Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah (Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 2010) :
  • Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
  • Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
  • Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
  • Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

BAB III
ANALISIS KASUS
PT Agri Grup
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun).  Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech,  Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Awal Mula Kasus
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci.
Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan. Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan  tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.
Kajian Hukum Sebuah Kasus
Dalam  persidangan di Pengadilan  Negeri Jakarta Pusat, ternyata diketahui bahwa Majelis Hakim Pengadilan menolak eksepsi dari Manajer Asian Agri Group yang diwakili oleh Pengacaranya. Eksepsi yang disampaikan Pengacara Asian Agri Group pada dasarnya menegaskan bahwa penyelesaian kasus dugaan penyelewengan pajak merupakan kewenangan Pengadilan Pajak karena merupakan persoalan atau sengketa pajak yang sudah diatur dalam undang-undang pajak.
Sengketa pajak yang muncul sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang tidak memuaskan Wajib Pajak harus diupayakan penyelesaiannya secara baik, sederhana, murah, dan cepat. Artinya, ada jalan penyelesaian secara kekeluargaan dengan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersengketa dan tetap memperhatikan peraturan perpajakan.
Namun, Majelis Hakim menolak eksepsi Pengacara Asian Agri Group dan berpendapat bahwa kasus Asian Agri Group bukan merupakan sengketa pajak karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh  Direktorat Jenderal Pajak. Kalau sengketa pajak akan ada upaya hukum untuk menyelesaikannya, yaitu melalui upaya hukum  keberatan. Oleh karenanya, kasus Asian Agri Group bisa diadili oleh Pengadilan Negeri.
Penolakan eksepsi inilah yang perlu mendapat kajian apakah benar argumentasi hukum yang dibangun Majelis Hakim hingga kasus dugaan penggelapan pajak bisa dipidana karena tidak adanya surat ketetapan pajak yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak sebagai dasar adanya sengketa pajak. Kalau permasalahan pajak dibawa dalam ranah hukum  pidana, tentu menjadi kontradiktif terkait proses administrasi pajak yang tujuan utamanya mengumpulkan uang pajak. Pilihan memidanakan Wajib Pajak atau memprioritaskan penerimaan tentu menjadi politik kepentingan pemerintah. Untuk itu, kajian komprehensif pemidanaan atas pajak, patut menjadi perhatian serius agar tidak terjadi keresahan terus menerus di kalangan dunia usaha dan pegawai pajak.
Seperti diuraikan diatas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa hukum pajak tergolong sebagai hukum publik, termasuk hukum administrasi/tata usaha negara. Jalur hukum administrasi (hukum pajak) mempunyai cara penyelesaiannya sendiri sesuai dengan aturan yang sudah ditegaskan dalam  undang-undang pajak yang mengaturnya. Jika seperti itu, menyelesaikan persoalan administrasi pajak dengan cara pidana menjadi kontradiktik ketika negara membutuhkan dana pajak sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang tiap tahun jumlahnya terus naik (meningkat). Persoalan memidana Wajib Pajak jelas membawa keresahan tersendiri bagi pelaku dunia usaha. Artinya, pelaku usaha menjadi takut dipidana ketika persoalan penghitungan pajak yang cukup rumit akan dipersoalkan menjadi persoalan berindikasikan tindak pidana.
Pendapat pakar hukum dalam kasus Asian Agri Group di atas, menarik untuk dikaji dan dipahami dengan baik oleh semua aparat penegak hukum terutama aparat Kepolisian, Kejaksaan, maupun Hakim. Kesamaan visi memandang pajak tidak boleh dipidana karena merupakan bagian dari hukum administrasi, harus menjadi perhatian bersama.
Hukum pajak sebagai bagian hukum tata usaha negara memang bersumber pada peristiwa perdata, yang apabila dilanggar dapat diancam dengan pelanggaran pidana. Dalam hukum pajak memuat unsur-unsur :
  • Hukum tata negara dan hukum tata usaha negara.
  • Hukum perdata;
  • Hukum pidana. Menyamakan persepsi demikian memang tidak mudah. Diperlukan satu koordinasi yang kuat. Presiden selaku pimpinan eksekutif sebaiknya memimpin proses koordinasi demikian.
Penyelesaian Kasus PT Asian Agri Grup
PT Asian Agri Group (AAG) telah diduga melakukan penggelapan  pajak (tax evasion) selama beberapa tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaian kasus itu di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Meski peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed) jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksi administratif berupa denda.
Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Asian Agri akhirnya benar - benar melayangkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak perusahaannya. Perusahaan perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini melayangkan surat keberatan setelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49% dari total pajak terutang yakni mencapai Rp 1,95 triliun.
Sedari awal Asian Agri memang berniat banding atas penetapan SKP yang ditetapkan DJP. Namun mereka harus terlebih dulu membayar setengah dari total utang pajak. Asian Agri melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp 1,95 triliun tidak sesuai, sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005 hanya Rp 1,24 triliun. Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri mencapai Rp 1,959 triliun.
General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai dengan jangka waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (4/9).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui telah menerima surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib memberikan keputusan atas keberatan itu paling lambat dua belas bulan.
Meski keberatan, Asian Agri tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalam SKP. Jika Asian Agri tidak melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP dapatmelakukan penagihan aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan dan blokir rekening hingga pelelangan aset.

BAB IV
SIMPULAN

Simpulan
Berdasarkan hasil kasus analisis diatas apabila sudah terjadi suatu kasus sengketa pajak antara Wajib pajak dengan Fiskus, maka otomatis Wajib Pajak mempunyai Hak dan Kewajiban dalam menangani sengketa pajak tersebut. Hak dari Wajib Pajak sendiri ialah dapat mengajukan keberatan kepada Surat Keputusan Pajak yang dibuat oleh DJP sesuai pasal 25 UU no 28 tahun 2007, serta dapat mengajukan banding ke Peradilan Pajak apabila tidak puas dengan Surat Ketetapan Pajak yang dijatuhkan oleh Fiskus sesuai pasal 27 UU no 28 tahun 2007.
Namun yang menjadi kewajiban Wajib Pajak sebelum mengajukan keberatan maupun banding ialah Wajib Pajak terlebih dahulu harus melunasi pajak yang disetujui dalam keputusan keberatan maupun banding tersebut.
Dalam kasus sengketa pajak Asian Agri, dijelaskan bahwa Asian Agri melakukan penggelapan pajak yang mengarah kepada kerugian negara. Maka dari itu Peradilan Pajak dituntut untuk bijaksana dalam menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan kasus tersebut sesuai dengan ketentuan Undang Undang yang berlaku.

3 komentar

KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A)

Assalamu'alaikum sebelum'nya perkenal'kan nama saya winda, sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah sala satuh NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

Izin copy, buat referensi ya terima kasih 🙏


EmoticonEmoticon